Minggu, 11 November 2012

Kisah Tante Girang ml

Rekan-Rekan berada dalam artikel : Kisah Tante Girang ml
selamat membaca dan menikmati semoga bisa
menambah semangat sobat2 menghadapi hari demi hari....

Untuk sementara waktu artikel tentang : Kisah Tante Girang ml
sedang kami edit ulang untuk kepuasan smua pengunjuang blog.
setelah lengkap dan akurat segera kami posting kembali
artikelnya, trims sebelumnya

Untuk pengganti sementara artikel yang sobat2 cari, admin ganti
dengan cerita plus dibawah ini ya...
semoga ceritanya bisa menghibur sobat-sobat...


Kerinduan Yang Terobati

Tanggal 25 Oktober 2003 malam adalah merupakan malam yang penuh bahagia
sekaligus ujian berat bagiku. Sari salah seorang mantan pacarku waktu di SMP
sebagaimana telah kuceritakan tempo hari mengenai pertarunganku dengan dia di
atas selembar papan penyangga meja belajarnya sewaktu kami belajar bersama di
rumahnya. Kemudian kami aku lanjutkan bersama mamanya di lantai cucian sumur tua
di tengah sawah. Hampir 10 tahun sudah, aku tidak pernah mengetahui kabar
beritanya, apalagi berhubungan dengannya.

Jantungku terasa hampir copot dan pikiranku tiba-tiba terasa kacau ketika aku
menerima telepon sewaktu kami sekeluarga sedang menyantap hidangan ayam, malam
itu.
"Halo, betul ini rumahnya Pak Aidit dan bisa bicara dengannya?" katanya lewat
telepon.
"Yah betul, dan saya sendiri. Siapa ini yah?" jawabku dalam telepon.
"Ha ha ha, rupanya Kak Aidit ini sudah lupa denganku yah atau sudah sombong
karena sudah tenang kehidupannya sekarang?" tawanya menyindir.
"Maaf aku tidak pernah miliki watak seperti itu, lalu anda ini siapa?" kataku
benar-benar bingung dan tidak tahu bicara dengan siapa.

"Okelah, jika memang kamu sama sekali tidak mengetahui siapa diriku, aku akan
jelaskan. Masih ingatkah peristiwa 20 tahun yang lalu ketika kita belajar
bersama di rumahku, lalu kita.." belum ia sempat selesai mengingatkanku, aku
tiba-tiba mengingatnya peristiwa yang dimaksud.
"Oh yah, aku hampir lupa. Lalu peristiwanya sudah lama sekali" kataku sambil
mengurangi volume suaraku dan aku tiba-tiba tersentak ketika.
"Dari siapa itu Kang dan peristiwa apa yang dimaksudkannya" istriku tiba-tiba
bertanya padaku sambil tercengang mendengarkan pembicaraan kami lewat telepon.

Tapi aku tidak segera menjawab pertanyaannya, melainkan aku terus melanjutkan
pembicaraan kami di telepon, sambil kuangkat sebelah tangan mengarah ke istriku
agar ia sabar sebentar.
"Di mana kamu sekarang?" tanyaku sama Sari biar cepat jelas.
"Saya ada di Wisma Mariana kamar no.7 kutunggu sekarang, ada sesuatu yang
penting saya bicarakan dengan kamu dan.." jawabnya, lalu saya tutup telepon
sebelum ia selesaikan bicaranya.

Setelah aku duduk kembali meneruskan makan di depan istriku, nampaknya istriku
sudah tidak sabar lagi ingin mengetahui penelpon dan peristiwa yang dimaksud
tadi. Bahkan ia sempat menghentikan makannya sejenak.
"Siapa itu tadi Kang, mau apa dia dan apa urusannya denganmu?" tanya istriku
serius sekali, bahkan nampak ada rasa cemburu di wajahnya.
"Oh, itu tadi teman lamaku yang baru pulang dari Jakarta. Katanya ada program
bisnis baru yang akan ditawarkan padaku. Jadi ia minta aku datang ke rumahnya
karena kangen sekali denganku sekaligus membahas soal program bisnis baru itu"
jawabku berbohong agar ia tidak curiga.
"Teman wanita atau pria?" tanyanya penbuh kekhawatiran.
"Masa sih teman wanita mengajak ke rumahnya malam-malam begini" kataku.
"Tapi kedengarannya tadi di telepon suara wanita Kang" kata istriku.
"Oh, memang suaranya dari dulu begitu. Seperti suara wanita" lagi-lagi aku
berbohong sama istri biar dia tidak melarangku menemuinya.

Sehabis kami makan, aku mengganti pakaian setelah duduk sejenak, lalu pamit sama
istri untuk menemui penelpon tadi. Istri nampaknya sudah tidak ada rasa cemburu
dan curiga lagi setelah aku jelaskan tadi.
"Kang, jangan terlalu larut malam pulangnya yah" pinta istriku ketika aku mulai
stater motor vespaku.
"Namanya saja teman yang lama sekali tidak ketemu, tentu banyak hal yang kami
bicarakan, apalagi soal bisnis tawarannya itu. Jadi kita lihat saja nanti.
Kalaupun pembicaraanku panjang lebar dan belum selesai hingga larut malam, maka
silahkan dikunci pintunya, sebab mungkin kami tidur bersama di rumahnya untuk
saling melepaskan rasa kangen kami" penjelasanku pada istri biar ia tidak
meragukanku lagi.

Setelah aku tiba dan menanyakan kamar Sari di Wisma itu, aku lalu diantar oleh
salah seorang pelayan laki-laki Wisma itu. Kamar Sari ternyata tidak tertutup
menunggu kedatanganku.
"Hei, jam berapa kamu tiba di kota ini dan ada urusan apa sampai ngingap segala
di Wisma ini. Nampaknya ada urusan penting yah? Kenapa tidak langsung ke rumah
saja?" serentetan pertanyaan itu aku lontarkan pada Sari ketika aku sudah
berdiri di depan pintu kamarnya.
Ia nampak kebingunan menjawabnya satu persatu, sehingga ia hanya tersenyum
sambil melambaikan tangannya ke arahku memanggilku masuk.
"Mari masuk Kak, aku sangat merindukanmu. Sudah lama kucari alamatmu dan ingin
bertemu denganmu, tapi baru kali ini aku sempat. Maklum daerah tempat tinggalku
terlalu jauh dari sini, sehingga sulit sekali kita saling bertemu" katanya
sambil tersenyum seolah gembira sekali.

Aku langsung duduk di tepi rosban yang dilapisi kasur empuk, sementara sambil ia
teruskan pembicaraannya, Sari berjalan ke arah pintu lalu menutup serta
menguncinya dengan rapat seolah ia tidak membiarkan aku kembali dengan cepat
atau mungkin ia inginkan aku menemaninya terus dalam kamar itu sampai segala
urusannya selesai.
"Tadinya aku ragu dan takut meneleponmu karena jangan sampai istrimu marah dan
curiga, sehingga malah menghalangi pertemuan kita. Tapi tetap aku coba siapa
tahu bisa berhasil, ternyata betul berhasil" katanya sambil duduk sekitar 30 cm
dari tempat di mana aku duduk.
"Akupun tadi kaget dan merasa takut ketahuan istri ketika kuterima teleponmu.
Untung aku masih bisa buat alasan yang bisa yakinkan dia" kataku menceritakan
kegiatan kami di rumah saat ia menelpon tadi.

"Kamu betul-betul bersifat ular dan masih licik seperti dulu. Kukira kamu sudah
insaf dan banyak berubah karena sudah beristri yang cantik, malah sudah punya 3
orang anak lagi. Ternyata sifatmu tidak banyak berobah, meskipun usiamu sudah
lanjut. Apa jadinya kira-kira jika istrimu tahu soal pertemuan kita di wisma ini.
Aku tidak mau nanggung resikonya dan tidak tega melihat rumah tanggamu hancur
seperti yang kami alami saat ini" komentarnya panjang lebar sambil mencubit
pinggangku lalu sedikit bersedih, bahkan sempat keluar air matanya.

"Maaf Sari, aku tidak dapat dan tidak mungkin melupakan peristiwa bersejarah
kita yang penuh kenikmatan 20 tahun yang lalu itu. Sayang nasib yang memisahkan
kita sehingga kita tidak berjodoh. Tapi sudahlah semua itu adalah takdir yang
harus kita terima. Sekarang kita lupakan saja semua itu, kita memikirkan dan
menikmati pertemuan kita ini".

"Kak, aku sangat merindukanmu. Jauh-jauh aku datang dari Banjarmasin tempat aku
berdomisili saat ini hanya untuk bertemu denganmu" katanya sambil merapatkan
tubuhnya ke tubuhku, bahkan bersandar di bahuku.
"Aku juga demikian sayang. Makanya apapun resikonya, aku tetap berusaha
menemuimu di tempat ini. Aku sama sekali tidak bisa merasakan kebahagiaan dan
kenikmatan yang sama ketika kita belajar bersama di rumahmu tempo hari"
sambungku sambil memeluk tubuhnya, malah membelai rambutnya yang agak panjang
dan terasa harum.

Ia tidak hanya bersandar dibahuku, tapi kali ini ia berbaring di atas kedua
pahaku, sehingga aku mengelus-elus pipi dan kelopak matanya yang terasa sedikit
basah. Entah karena sedih atau bahagia, tapi yang jelas air mata itu terasa
hangat. Untuk membuktikan kasih sayang dan kerinduanku, aku mencoba mengecup
pipinya yang putih bersih itu, sehingga ia menarik kepalaku lebih rapat lagi
seolah ia tidak ingin aku menarik kecupanku itu.

"Kak, aku telah mengetahui seluruh keadaanmu sekarang ini dari mamaku di kampung,
termasuk no. teleponmu. Apa kamu tidak ingin atau tidak mau ketahui keadaanku
saat ini Kak?" tanyanya tiba-tiba sambil mengangkat kepalanya dan menatap
wajahku.
"Oh yah, sempat kudengar tadi dari ucapanmu bahwa kamu tidak ingin melihat rumah
tanggaku hancur seperti rumah tanggamu. Kapan kamu berumah tangga dan apa memang
kamu kurang harmonis?" tanyaku padanya.
"Itulah Kak nasib buruk yang menimpaku. Tak lama setelah kuketahui bahwa kamu
telah beristri, akupun frustrasi dan bergaul dengan banyak lelaki. Hingga
akhirnya seorang lelaki seusiamu melamarku lalu aku terima menjadi suamiku. Tiga
Bulan kemudian kuketahui bahwa ia ternyata sudah memiliki istri sebelumku, malah
sudah punya seorang anak. Aku tinggalkan dia dan menuntut cerai, tapi ia tetap
tidak mau ceraikan aku. Aku lalu ke Banjarmasin dan tinggal di rumah sepupuku.
Enam Bulan kemudian, tanpa bekal surat cerai aku menerima lamaran seorang pria
yang usianya jauh lebih mudah di bawah usiaku" ulasannya panjang lebar.

Aku sangat tertarik mendengar pengalamannya itu, sehingga belum aku sempat
mengomentari penjelasannya itu, ia terus cerita pengalamannya.
"Sialnya Kak, belum cukup satu tahun perkawinan kami itu, pria yang jadi suamiku
itu kawin lagi dengan wanita Banjar sesukunya karena dipaksa oleh keluarganya
dan tidak direstui perkawinannya denganku. Aku sakit sekali dan ingin rasanya
bunuh diri, tapi tiba-tiba aku teringat dengan kebahagiaan yang pernah kualami
10 tahun lalu bersama Kak, sehingga aku bertekat untuk menemui Kakak dengan
harapan kalau-kalau kebahagaian dan kasih sayang itu masih bisa kunikmati
kembali sebelum aku meninggalkan dunia yang fana ini. Itulah yang mendorongku ke
sini Kak" ceritanya panjang lebar sambil meneteskan airmata di pangkuanku.

"Sabar sayang, jangan putus asa. Masih banyak kebahagiaan dan kenikmatan hidup
yang bisa kita alami jika kita masih hidup. Semua itu adalah ujian yang tak bisa
dihindari. Buktinya kan aku ini masih menyayangimu, mencintaimu, merindukanmu
dan.." belum aku selesaikan ucapanku, ia tiba-tiba menutup mulutku dengan
tangannya, lalu
"Jangan diteruskan Kak, aku takut menyakiti hati istrimu dan merusak kebahagiaan
rumah tanggamu. Biarlah aku yang mengalami nasib buruk ini" katanya
menyadarkanku kalau aku selama ini hidup rukun bersama istri.

"Kalau memang tujuanmu satu-satunya ke sini hanya untuk bertemu denganku, maka
bersyukur dan berbahagialah sekarang karena kita sudah ketemu dan marilah kita
saling melepaskan kerinduan kita mumpung masih sempat dan masih pagi" kataku
sambil membelai tubuhnya dan mengangkat kedua kakinya yang terjulur ke bawah
lalu membaringkannya di atas kasur yang empuk, kemudian aku berbaring di
sampingnya sambil memeluk tubuhnya dalam satu bantal dengan tetap meneruskan
pembicaraan kami.

Entah siapa yang memulai, tapi kini kami sudah saling merangkul dan berciuman
dan bermain lidah, malah tanpa kusadari pula siapa yang lebih duluan, yang jelas
tanganku sudah mempermainkan dua buah dada yang terselip di balik baju dan BH
yang dikenakan Sari, sementara tangan Sari sudah meraba-raba dan menggocok-gocok
sebuah rudah yang berdiri tegak di balik CDku, padahal kami sama-sama masih
berpakaian lengkap. Tanpa terdengar suara sepata katapun, tangan kami sangat
aktifnya mempermainkan alat vital yang dulunya pernah kami permainkan.

"Aku buka bajunya yah sayang, biar aku lebih leluasa menikmati seluruh tubuhmu
yang pernah jadi pusat kenikmatanku" kataku berbisik sambil mempreteli baju dan
celana panjang yang dikenakannya. Ia hanya mengangguk, namun tanpa minta izin ia
juga ikut membuka kancing bajuku satu demi satu yang diteruskan dengan membuka
ikat pinggang, resteling dan melorotkan celana panjangku.

Kini kami berpelukan dan berpagutan dalam keadaan setengah bugil sambil
bergulingan. Kadang Sari berbaring di kiri dan di kananku, bahkan di atas dan di
bawahku. Kami sudah sama-sama sangat terangsang sehingga tanpa aba-aba lagi, aku
langsung melepas BH-nya, sehingga nampak di depan mata saya dua benda putih
tergantung yang tidak terlalu besar tapi montok, halus dan sedikit menonjol
akibat rangsangan meskipun tak semungil ketika pertama kali kupegang dulu.

Kujulurkan ujung lidahku keputingnya yang mulai agak keras dan warna coklat.
Kujilati seluruh permukaannya, kuhisap dan kadang sedikit kugigit. Ia nampak
menikmatinya, bahkan untuk mengimbangi kenikmatannya itu, ia bergerak
menggelinjang, lalu memutar tubuhnya sehingga arah kami berlawanan. Dalam
keadaan menyamping, ia mendorong CD-ku hingga turun sampai ke lutut, lalu meraih
isinya yang sedang mengacung itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya dan
memainkan dengan lidahnya, bahkan memutar-mutar dalam mulutnya, sehingga aku
terasa mau muncrat.

"Terus Kak, aku nikmat sekali auh..uhh..aahh..usstt.." katanya sambil berdesis
dengan nafas terputus-putus ketika aku memainkan lidahku dengan cepatnya ke
dalam lubang vaginanya yang basah dan masih mulus tanpa bulu selembarpun seperti
ketika pertama kali aku jamah di rumahnya tempo hari. Iapun seolah mengikuti
gerakan mulutku dengan mempercepat gocokan mulutnya pada rudalku yang terasa
hampir muncrat.
"Aduh, aku sudah tidak mampu lagi menahan sayang, aahh..uuhh" kataku sambil
mendorong kepalanya agar ia menghentikan gocokannya.

Bersamaan dengan itu pula, Sari tiba-tiba berdiri dan segera mengangkangi
tubuhku yang terbaring terlentang di bawahnya. Nampaknya ia sudah tidak sabaran
lagi. Ia dengan cepatnya membuka kedua bibir vaginanya sehingga kulihat sedikit
menganga dan nampak berwarna merah pada kedua bibirnya, lalu menurunkan
pantatnya sehingga lubang kemaluannya pas ketemu dengan ujung penisku yang
memang sejak tadi berdiri. Tanpa dipegang dan diarahkan, penisku itu dapat masuk
dengan mudah ke lubangnya meskipun tidak langsung amblas seluruhnya melainkan
setelah kami bantu dengan beberapa kali gerakan pinggul ke kiri dan ke kanan
seperti orang ngebor.

"Hmm..aahh.." itulah suara kecil bersama nafas keluar dari mulut kami secara
bergantian ketika Sari berpegangan di atas kedua pahanya sambil mempercepat
gerakan pinggulnya ke bawah dan ke atas seiring dengan gerakan pinggulku. Bahkan
saking keras dan lamanya gerakannya itu, sampai-sampai ia capek dan berhenti
sejenak lalu kedua tangannya bertumpu di atas dadaku lalu di atas kasur kemudian
dengan leluasanya menggerakkan pinggulnya yang menyebabkan terdengarnya bunyi "Ciprat..ciprot"
secara berirama dari persenggolang kelamin kami.

"Aku mau keluaar sayang, berhennti duluu" kataku ketika terasa ada lahar panas
mulai mengalir dari dalam batang kemaluanku.
Karena permintaanku itu, Sari berhenti bergoyang sejenak, lalu terlentang di
sampingku dengan membuka kedua pahanya. Akupun mengerti maksudnya, lalu aku yang
mengangkanginya dan dengan mudah menusukkan kembali rudalku ke lubangnya dan
menggocok-gocoknya terus.

Sambil aku gocokkan penisku ke dalam vaginanya, Sari meraih bantal guling dan
mengganjal pinggulnya lalu membuka lebar-lebar kedua pahanya sehingga batangku
bisa masuk lebih dalam, bahkan terasa kedua biji pelerku masuk ke lubangnya,
sehingga suara dan bunyi khas itu sulit dihindari, malah kali ini semakin besar
dan ribut. Tidak puas dengan gaya itu, Sari mendorong pinggulku ke atas lalu
mengangkat kedua kakinya tinggi-tinggi hingga ujungnya menyentuh bahuku. Akupun
menekannya dengan keras dan memompanya secepat mungkin, terutama setelah ada
tanda-tanda Sari juga sudah hampir mencapai puncak seiring yang kurasakan.

Ternyata benar, dalam posisi terakhirku itu, kami secara bersamaan memuntahkan
lahar panas tanpa izin dari siapa-siapa dan tanpa aba-aba. Hal ini amat terasa
ketika aku muncrat ke dalam vaginanya. Saripun memelukku erat sekali, malah
sedikit mencakar punggungku dan menarik- narik rambutku yang ditandai pula
dengan denyut-denyut yang menjepit ujung penisku.
Lalu kami secara bersamaan lemas lunglai sambil berbaring dengan nafas yang
terputus-putus tanpa suara, gerakan dan pandangan yang berartri lagi. Kami
bagaikan mayat telanjang yang terbaring berdampingan di atas tempat tidur. Kami
baru sadar jika kami betul-betul sempat tertidur sekitar 30 menit setelah
terdengar ada orang yang mengetuk-ngetuk pintu kamar dari luar. Kami secara
bersamaan bangkit dan merapikan pakaian lalu kubuka pintu, ternyata petugas
Wisma mau tanya apa aku mau bermalam atau mau pulang, sebab ia mau kunci pintu
pagarnya.

Hampir bersamaan kami menjawabnya dengan kata "iya" setelah melihat jarum jam
dinding sudah menunjuk pukul 12.30, lalu petugaspun berlalu dan aku kembali
mengunci pintu. Setelah itu kami berbarik sejenak sambil berpelukan lalu
melepaskan pakaian masing-masing secara total seperti sedia kala lalu kugendong
Sari masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan, terutama tentunya bekas
cairan dari mulut dan kemaluan kami.

Sesampai di kamar mandi, kami saling menyirami dan menggosok seluruh badan,
sehingga gairah dan nafsu sex kami kembali bangkit dan ingin rasanya melanjutkan
ronde kedua di dalam kamar mandi biar gaya dan kesannya agak lain lagi. Kami
memang sempat melakukan dengan bermacam-macam posisi, gaya dan metode sex di
kamar mandi itu sehingga kami sempat mencapai puncak kenikmatan 3 kali, bahkan
kami lanjutkan di atas tempat tidur hingga menjelang pagi. Kami tidak mampu lagi
menghitung berapa kali kami muncrat selama pertemuan kami dalam kamar wisma itu.

Pertemuan kami di kamar wisma itu, betul-betul suatu pertemuan yang luar biasa
berkesan. Seumur hidupku mungkin sulit kami alami kembali pertemuan seperti itu.
Kerinduan kami selama 10 tahun betul-betul terobati malam itu, bahkan kami
mencetak sejarah hidup yang sulit terlupakan lagi. Sayang Sari hanya sempat
bermalam 1 malam di kotaku karena takut menimbulkan masalah baru pada rumah
tanggaku, sementara aku masih siap menemaninya selama beberapa malam sekiranya
ia mau bertahan. Oh Sari sayang, kapankah kita bisa lagi mengulangi pertemuan
seperti itu. Mungkinkah hal ini bisa terulang sebelum ajal kita dicabut.
Alangkah nikmat dan bahagianya perasaanku malam itu. Rasanya aku tak mau malam
itu berlalu dengan cepat, tapi itulah hidup dan fitrah yang harus diterima oleh
setiap insan.



JANGAN LUPA BACA BACA ARTIKEL DIBAWAH INI YA SOB... ADA CERITA DEWASANYA SERU SERU LO...  DIJAMIN FRESH DAN SEMANGAT LAGI SOB...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar